Blogger Backgrounds

Kamis, 22 Desember 2011

HARAPAN DAN TANTANGAN EKONOMI LOKAL MENUJU PERDAGANGAN BEBAS


PENDAHULUAN
Sistem pembangunan ekonomi Indonesia yang terpusat (Sentralisasi) selama ini harus diterima membawa Indonesia pada suasana yang krang menguntungkan terutama dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan republik Indonesia khususnya dalam bidang ekonomi.Suasana yang kurang menguntungkan dimaksud diantaranya munculnya ketidakpuasan masyarakat atas hasil-hasil pembangunan itu terutama bagi wilayah-wilyaha yang memiliki produk domustik bruto (PDRB) yang surplus, masyarakat bebas merasa tidak bebas mengaktualisasi diri karena adanya kebijakan dan peraturan yang kurang berbasis pada tuntutan kebutuhan wilayah.
Untuk menyikapi situasi yang demikian serta berbagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi itu sendiri yaitu  tercapainyaketahan ekonomi nasional menuju terciptanya masyarakat adil dan makmur, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang No. 22 / 1999 dan Undang-undang No. 25 / 1999 yang disebut sebagai Undang-undang Otonomi Daerah.
Melalui undang-undang ini diharapkan gerak langkah pembangunan ekonomi dapat semakin terarah dan fokus sesuai dengan tuntutan yang berkembang menurut masing-masing wilayah, yang secara garis besar dapat dicapai melalui penekanan terhadap beberapa hal seperti : optimalisasi penggunaan sumberdaya yang berbasis pada karakteristik wilayah (red. daerah); pendekatan kelembagaan yang yang berbasis pada sumberdaya masyarakat, pemerintah daerah dan pelaku ekonomi lokal; pencapaian efektifitas penanganan sumberdaya melalui deregulasi peraturan dan kebijakan yang sesuai dengan sumberdaya unggulan wilayah; pencapaian efisiensi melalui deregulasi peraturan dan kebijkana serta restrukturisasi kelembagaan yang panjang, mencgah terjadinya pemusatan tenaga potensial dan masyarakat di wilayah yang memiliki aktifitas ekonomi yang cukup tinggi.
Undang-undang Otonomi Daerah initentu saja bukan hanya terfokus pada pengaturan masalah ekonomi, akan tetapi mencakup segenap aspek kehidupan masyarakat yaitu mengenai ketatanegaraan, pertahanan, sosial dan politik, sehingga tidak bisa diklaim bahwa keberhasilan pembangunan secara nasional hanya bertumpu pada pembangunan ekonomi. Namun tidak juga diingkari bahwa keberhasil pencapaian tujuan pembangunan ekonomi akan mendorong terciptanya masyarakat adil dan makmur.
Adapun tujuan dan sasaran secara umum dan spesifik Undang-undang Otonomi Daerah khususnya dalam bidang ekonorni tentu saja telah terrnaktub di dalam undang-undang tersebut. Tujuan dan sasaran inilah sebagai bahan acuan bagi masing-masing wilayah untuk menjabarkan dan mengaktualisasikannya dalarn peraturan perundang-undangan daerah dan petunjuk operasionalnya (teknis), sehingga apa saja yang menjadi tuntutan utama yaitu pengelolaan sumberdaya dan pemanfaatan hasil-hasilnya dapat lebih difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan (Wellfare) masyarakat sesuai dengan peransertanya.
Apabila kesempatan ini telah tercipta maka keketahanan ekonomi daerah akan tercapai dan tentu saja mcrupakan dasar dalam mencapai ketahanan ekonomi nasional.
   
KONDISI RIEL
Tanpa adanya rasa pesimistis akan keberhasilan pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Otonomi Daerah ini khususnya dalam bidang ekonomi rasanya perlu dikemukakan beberapa hat sebagai bahan kajian lebih lanjut di antaranya: pemilikan faktor-faktor strategis yang tidak merata antara wilayah meliputi sumberdaya manusia, alam, penguasan teknologi, pemilikan modal, topografi / demografi wilayah dan kondisi iklim yang tidak sarna. Ketidakmerataan pemilikan faktor-faktor     strategis, khususnya sumberdaya alam kalau memang itu sudah kondisi nyata berarti harus diterima (given) sebagai tantangan bersama, akan tetapi yang menjadi perhatian adalah apabila ketidakmerataan tersebut merupakan salah satu kelemahan yang diakibatkan oleh sistem pembangunan ekonomi yang terpusat yang dianut di masa lalu.
Situasi yang nyata selama ini adalah bahwa dalam menentukan dan menetapkan kebijakan pembangunan ekonomi lebih didasarkan alas perhitungan jangka pendek atau dengan kata lain, dalam menetapkan skala prioritas lebih didasarkan pada pertimbangan usaha-usaha atau sektor-sektor yang dapat menjanjikan keuntungan yang besar dan cepat diperoleh. Hal ini tercermin dalam distribusi dan alokasi dana dalam Anggaran Pembangunan Nasional di masing-masing sektor dan subsektor (APBN) dan Anggaran Pembangunan Daerah (APBD).
Terjadinya ketidakseimbangan alokasi dan distribusi anggaran per masing-masing sektor dan subsektor ini mengakibatkan eksploitasi yang kurang seimbang terhadap sumber-sumber alam. Akibatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak rentan terhadap gejolak pertumbuhan ekonomi dunia yang memang memiliki konjungtur naik-turun. Kita selalu direpotkan dengan terjadinya gejolak harga pasar dunia atas bahan bakar minyak (Migas) yangg semenjak masa merdeka sampai akhir pemerintahan orde baru devisa kita menggantungkan diri pada hasil migas. Pemusatan harapan pada sektor ini mengakibatkan tertinggalnya sektor non migas. Juga terjadinya pemusatan pembangunan industri skala besar dan berteknologi tinggi secara umum, mengakibatkan tertinggalnya subsektor industri kecil dan kerajinan, sektor pertanian dan perikanan.
Pemusatan perhatian terhadap industri berskala besar dan teknologi tinggi ini bahkan pula mengakibatkan tertinggalnya industri yang memiliki keunggulan komparatif seperti hortikultur, subsektor perkebunan serta subsektor lainnya seperti peternakan. Akibatnya pada saat terjadinya kondisi dan situasi ekunomi yang sangat sulit, hampir semua sektor riel terjebak dalam kesulitan yang sangat berkepanjangan. Ditambah lagi dengan kesulitan yang terjadi di sektor non riel seperti keuangan dan perbankan. lronisnya dalam situasi ekonomi nasional yang sulit seperti saat ini kita dihadapkan pada komitmen pelaksanaan kebijakan perdagangan lnternasional yaitu menu pasar bebas.
Masing-masing negara telah sepakat mengurangi dan bahkan menghapuskan hambatan-hambatan (bordering) yang dialami suatu negara dalam memasuki pasar bebas seperti hambatan tarif, penetapan jenis dan jumlah barang, penentuan tujuan pasar atau penentuan batasan pasar sasaran produk, serta hambatan-hambatan lainnya seperti peraturan / kebijakan suatu negara yang bertujuan untuk melakukan perlindungan (protected) bagi barang / produk dalam negeri baik yang langsung maupun tidak.
Masing-masing negara / produk bebas memasuki pasar dunia khususnya yang terikat da komitmen tersebut. Bebas memasuki pasar berarti juga bahwa segala sesuatunya yang menyangkut distribusi dan alokasi produk sepenuhnya diatur oleh mekanisme pasar dunia.
Apabila campurtangan atau perlindul pemerintah tidak lagi diperbolehkan, maka dapat tidaknya suatu produk bersaing dalam pasar dunia sepenuhnya tergantung pada produsen. Dengan kata kunci bahwa produsen yang dapat dan mampu menghasilkan barang, adalah yang mempunyai daya saing yang cukup tinggilah yang dapat eksis dalam pasar bebas.
Kata kunci inilah yang menjadi tantanganpelaku usaha atau produsen dalam negeri.
Apabila dilanjutkan dengan pertanyaan bagaimana kesiapan atau kesanggupan produsen kita untuk menjawab pertanyaan tersebut akan mendapat kajian dalam uraian ini. Berdasar pada kajian evaluatif terhadap performa kinerja pelaku-pelaku usaha kita khususnya usaha kecil dan menengah (UKM).
Mengapa harus UKM yang menjadi sorotan utama, dalam uraian ini, tentu didasarkan atas beberapn alasan yang ditemukan melalui pengamatan nyata dan kajian / penelitian oleh berbagai pihak (pemerintah dan swasta, perguruan tinggi) yang menyatakan:
  • Usaha kecil dan menegah memiliki populasi, penyebaran menurut wilayah dan sektor / sub-sektor yang relatif lebih besar dibanding usaha besar.
  • Input produksinya bertumpu pada sumber daya alam lokal.
  • Pada umumnya menghasilkan barang-barang substitusi barang impor dan bersifat barang-barang konsumsi serta berpotensi ekspor. Kenyataan yang dapat dilihat, dimana dalam kurun waktu 4 tahun (tahun 1997 -2001) terjadi peningkatan total ekspor Pengusaha kecil dan menengah, serta koperasi dari sebesar Rp. 3,29 uiliun tahun 1997 meningkat menjadi Rp. 27,66 triliun pacta tahun 2001 (sumber : Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha. Kantor Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah tahun 2001).
  • Prosesingnya 89,9 % membutuhkan teknologi sederhana dan bersifat padat karya. Terbukti Usaha Kecil dan Menengah serta Koperasi mampu menyerap 99,4 % dari angkatan kerja.
  • Lebih tahan dalam menghadapi gejolak ekonomi yang terjadi, seperti halnya dalam masa-masa kriisis saat ini dimana industri besar banyak mengalami kejatuhan, sedangkan industri kecil dan menengah terbukti dapat bertahan dan bahkan bertumbuh yang ditunjukkan dengan pertambahan nilai ekspor oleh usaha kecil menengah hampir tiga kali lipat (276%). Sedangkan usaha besar hanya tumbuh 197%  (Deputi  Pemasaran dan Jaringan Usaha, Kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM tahun 2001).
  • Peranan usaha kecil dan menengah dalam pembentukan Produk Domestik Bruto cukup strategis.
 
Beberapa alasan yang disebut ini penulis mengartikannya sebagai masukan (input) bagi UKM dalam usahanya untuk memposisikan dirinya dalam era perdagangan bebas.
Selanjutnya penulis akann mencoba mengemukakan beberapa isu kritis bagi UKM yang juga dapat mempengaruhi kinerja Usaha Kecil Menengah.
 
  • Dengan berlakunya UU.No.22 / 1999 dan UU.No.25 / 1999 aknn dapat menambah tajamnya persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya antar usaha domestik, sehingga meningkatkan biaya transformasi sumberdaya antar regional. Bagi wilayah yang potensi sumberdayanya kurang memiliki nilni ekonomis atau bahkan kurnng atau tidak memiliki tentunyn aknn mempengaruhi kinerja produk yatlg ditatlgnni oleh wilayah tersebut.
  • Bagi wilayah yang telah memiliki sumberdaya yang  selama ini belum atau kurang dieksploitir berarti dalatn rencana pemanfaatannya masih harus memerlukan upaya-upaya yang sangat mendasar dan berkelanjutan. Hal ini akan membutuhkan dana yang cukup besar serta hasilnya tidak untuk jangka pendek.
  • Penguasaan teknologi produksi yang relatif sangat beragam akan dapat mempengaruhi produktivitas. Kelemahan dalmn teknologi produksi ini akan dapat mempengaruhi kemampuan untuk mencapai skala ekonomis disamping pengaruh keterbatasan input produksi berupa bahan baku dan modal.
  • Kurangnya capital yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang akan dipergunakan dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan usahn melalui penyediaan sarana dan prasarana yang bersifat supporting dan penanganan usaha-usahn yang memerlukan capital yang cukup besar dinllina usaha kecil dan menengah tidak mampu mengelolanya.
  • Masih kurang tertariknya rninat sumberdaya manusia yang telah terdidik dan memiliki kemampuan (keahlian) ymlg terpusat di kota- kota besar untuk kembali ke daerah disebabkan insentif yang kurang menjanjikan dari daerah.
 
Masa perdagangan bebas bukan berarti menjadi momok atau ganjalan yang harus ditakuti oleh pelaku usaha, akan tetapi UKM sebagai usahawan harus mampu melihat masa itu sebagai peluang dan sekaligus menjadi tantangan. Memang diakui bahwa perdagangan bebas akan membawa konsekuensi logis bagi setiap negara, produsen atau bagi setiap pelaku usaha sebab perdagangan bebas akan menuju terciptanya era "Persaingan Liberalisasi" (Competitive Liberalization), dimana masing-masing negara, pengusaha atau pelaku bisnis masing-masing akan bekerja secara produktif, efisien dan efektif agar dapat bersaing di pasar bebas. Pelaku bisnis yang kurang atau tidak mampu mengakomodirnya atau mereka yang tidak mampu menjawab tantangan tersebut, perdagangan bebas dapat menjadi ancaman.
Kembali pada persoalan dan bahasan pokok, "bagaimana atau sejauh mana" prospektif UKM unluk dapat menghadapi tantangan dan peluang tersebut hingga dapat berkompetisi dan dapat memenangkan pasar global.
 
REFERENSI TEORITIS
Proses liberalisasi perdagangan dunia akhir-akhir ini baik secara regional (lokal) maupun internasional menyebabkan persaingan global yang semakin ketal dan bahkan dapat menuju "hyper competitive". Persaingan yang ketatpun antara negara-negara sedang berkembang sudah dan sedang tcrjadi. khususnya untuk produk-produk industri ringan seperti tekstil, sepatu, agro industri dan lainnya. Adapun negara-negara yang telah eksis dipasar dalam negeri adalah Korea, China, Thailand, Malaysia di samping produk-produk dari negara Jepang yang memang sudah lebih dulu unggul, tcrutama produk-produk elektronik, otomotif dan lainnya.
Sebagai landasan bahasan guna menghasilkan sesuatu sebagai sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi UKM dalam pertarungmmya di pasar global sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Porter. Thn. 1997. Porter menawarkall kata kunci dalam memenm1gkan persaingan global yaitu
"Competitive Adventage of Nation"
 
Keunggulan bersaing suatu bangsa yang ditunjang oleh 4 faktor penentu yaitu:
 
  1. Factor Condition. Yaitu sumber daya (resources) yang dimiliki oleh suatu negara meliputi: Sumber Daya Manusia (human resources), Sumber Daya Alam (physical resources), Ilmu Pengetahuan dnn Teknologi (knowledge resoulrces), Permodalan (capitall resources) dan Prasarana (infrastructure resources)
  2. Demand Condition. Permintaan sebagai salah sarli faktor penting dalam menunjang keunggulan daya saing, dan kondisi permintaan dimaksud meliputi : Konsumsi dalam negeri, Skala dan jumlah permintaan dalam negeri, pertumbuhan pasar, dan trend permintaan pasar internasional
  3. Related & Supporting Industry. Yaitu menjaga hubungan antara produsen dan pemasok (supplier) dengan menjaga dall mempertahankan lulai-nilai hubungan yang saling menguntungkan (value chain).
  4. Firm Strategy. Yaitu strategi yang mcnyangkut struktur kelembagaan dan pennodalan serta kondisi persaingan. Kondisi persaingan termasuk persaingan dalam negeri.
 
Bagaimana keempat faktor ini saling berinteraksi, saling bergantung dan saling mempengaruhi dapat dilihat dalam gambar berkut :

http://www.smecda.com/deputi7/file_infokop/HARAPAN%20DAN%20TANTANGAN%20EKONOMI%20LOKAL%20MENUJU%20PERDAGANGAN%20BEBAS_files/image001.gif
 

IMPLIKASI TEORITIS DAN TINJAUAN PRESPEKTIF
Dengan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Porter diatas berikut penulis akan melakukan bahasan tentang bagaimana faktor-faktor kunci tersebut dapat dipahami, diarbsobsi dan diberlakukan oleh pelaku usaha (UKM) yang dihubungkan dcngan kondisi riilnya.
 
  1. FAKTOR CONDITIONS
 
Sumberdaya
Kualitas pengelolaan usaha oleh sumberdaya manusia yang berkiprah dalam dunia usaha kecil menurut hasil survey yang dikemukakan oleh Tim Lembaga Penelitian IPB dalanl Lokakarya Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Lokal Oalam Rangka Otonomi Daerall, di Jakarta pacta bulan Pebruari 2001 dinyatakan dalam kategori baik. Yang perlu mendapat perhatian adalah tentang adanya perilaku bisnis yang kurang mendukung. Tentunya solusi untuk itu adalah perlunya lembaga pelatihan yang dapat merubah dan mengarahkan perilaku agar sesuai dengan tuntutan bisnis.
Selain dari sisi kualitas tenaga kerja sisi kuantitas atau jumlah tenaga kerja yang tersedia juga sanggat mendukung peningkatan usaha-usaha yang bersifat padat karya. Faktor ini juga turut mempengaruhi kcputusan investor asing untuk bcrkiprah dalam dunia usaha di Indonesia, dengan memperhatikan biaya produksi yang ikut mendukung pcncapaian keunggulan komperative.
Akan tetapi perlu kita renungkan kembali terjadinya eksodus tenaga kerja padat karya secara besar-besaran ke berbagai negara padat karya ke berbagai negara, yang merupakan salah satu aset yang selama ini kita andalkan telah berkurang. Bagaimana pemerintah daerah dapat menyikapi fenomena ini tentu termasuk juga mempengaruhi kesiapannya dalam menjalankan peningkatan ekonomi wilayah. Sebagai bahan pembanding boleh kita melihat bagaimana kemajuan industri padat karya yang dilakukan oleh negara China, dimana menurut realita bahwa produk-produk (tekstil, elektronik dan sepeda motor) yang membanjiri pasar Indonesia saat ini adalah merupakan hasil industri padat karya. Sumber daya alam Indonesia pada umumnya masih berupa sumber daya alam murni yang masih harus memerlukan olahan lebih lanjut untuk mendapatkan dan menambah nilai ekonomis. Sumberdaya alam mumi selama ini lebih banyak digunakan sebagai input produksi bagi industri-industri besar termasuk logamn dan kimia, yang selama ini Indonesia mengekspomya dalam bentuk murni sedangkan pengolahan selanjutnya dilakukan di negara lain. Sebagai contoh, Sumberdaya Alam Migas, Kimia dan hasil tambang lainnya seperti yang dilakukan oleh Freeport, Pertamina dan sebagian usaha perikanan. Akibatnya kita kurang dan bahkan tidak mendapatkan nilai tambah dan nilai garda (multyflier effect) atas olahan tersebut. Sedangkan sumberdaya yang selama ini dikelola oleh industri kecil dan menengah lebih banyak sumberdaya yang bersifat hasil ikutan dari industri besar.
Hal lain yang berhubungan dengan sumber daya alam ini yaitu terjadinya keragaman pemilikan sumberdaya alam di masing-masing wilayah (daerah) sehingga diperlukan kejelian dalam menetapkan usaha strategis atau produk unggulan di masing-masing wilayah, agar tercipta kondisi kompetisi yang saling menguntungkan. karena masing-masing wilayah memproduksi barang yang ekonomis. Dengan kata lain masing- masing wilayah harus menyadari apakah lebih baik memproduksi atau membeli tentunya dengan dasar pertimbangan yang disebut di atas.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) mengandung makna yang tidak terpisahkan, karena teknologi merupakan hasil penerapan ilmu pengetahuan. Harus kita terima bahwa faktor Iptek masih memerlukan perjuangan yang sangat panjang. Kelemahan yang ada selama ini, adalah pembangunan Iptek dilakukan hanya untuk mengejar prestige di mata Internasional. Terjadinya pengerahan dana yang sangat besar untuk pemilikan peralatall modal tidak rnendukung input produksi industri kecil. Sehingga produk-produk yang kita miliki yang tadinya memiliki keunggulan komparative tidak tereksploitir seperti argo industri pertanian dan perkebunan, perikanan dan peternakan, juga industri kerajinan.
Persoalan lain juga sarna seperti pemilikan surnberdaya alam yang dikemukakan di atas, yaitu penyebaran atau distribusi Iptek di wilayah-wilayah juga bervariasi menurut kuantitas dan frekuensi aktivitas pembangunan yang telah berjalan di rnasing-masing wilayah.
 
Permodalan
Untuk menghindari rasa apriori tentang permasalahan permodalan ini, maka penulis lebih memfokuskan uraian mengenai kondisi permodalan yang ada di daerah nota bene pemerintah daerah. Sumber kapital yang dimiliki oleh pemerintah daerah selama ini lebih banyak bersumber dari pemerintah pusat, yang jumlahnya dilakukan atas dasar pendekatan aktivitas pembangunan daerah.
Data yang diperoleh dari pusat ini secara rational tidak akan mungkin dapat menghasilkan simpanan karena penetapan besarnya dilakukan melalui pcndekatan biaya. Artinya bahwa jumlah dana y.Ulg diterim.l tersebut akan dialokasikan untuk mcmbiayai aktivitas yang telall ditetapkan dCllgUll prinsip bcrimbm1g. Rasionalnya bahwa Silllpullan pemerilltah daeral1. bersumber dari pen- dapi:ltun dacral1 yallg diperolel1 alas penyediaan bi:lri:mg dun ji:lSi:l. Akall tetapi sesuai dcngm1 sistem yi:Ulg di.lllut, bi:l!lWi:l pencrimaan d.lcrah yang bersumbcr dari barang dan jasa ini tersentralisir di l>lIS.ll dUll didistribusik.lll lagi ke daeral1 mclalui aktivitas riel dm1 pelayanan masyarakat berupa penyediaan infrastruktur dml dana lainnya sepe11i fasilitas umurn dan sosial.
Dengan dernikian sudah dapat diperkirakan kondisi capital daerah secara umurn saat ini, apabila dihubungkan dengan tuntutm1 pernbangunan ekonorni daerah. Seyogyanya pcranan lembaga keuangan clan perbankan dapat menjadi tumpuan dalanl rnengatasi kendala perrnodalan ini, ak..m tetapi kondisi lcrnbaga keuangan clan perbankan saat ini sarna halnya dcngan yang dialami oleh sektor riel. A11inya bahwa untuk menj,umlkan fungsinya sebagai lembaga penarik dan penyalurkan dana akan bertindak sangat selektif dengan prinsip nyaman dan cepat kembali.
Alternatif lain yang menjadi harapan untuk rnendapatkan dana penyanggah (revolving fund) dml penggerak (starting fttnd) bagi aktivitas ekonomi di daerah adalah maslllg-rnasing daeral1 l1arus rnenciptakan kondisi ekonorni menjadi menalik (favorable) bagi investor/penanam modal aslllg (H. Hady. 1996). Menarik berarti bukan l1anya dari segi substansi bisnis akan tetapi lebil1 me- nyangkut kenyamanan menyeluruh sebagaimmla yang tersebut dalam indikator Country Risk sebagai salah satu pertirnbangan bagi investor asing.

Prasarana
Penyiapilll prasarana merupakan partisipasi pemerintah dalam upaya mendorong lancarrrya aktivitas ekonomi terutama nenYill1gkut pembu- k.'1an jalilll-jalan ke sentl'a-sentra produksi pasar. Kemudallan akses yang ditunjang oleh keter- sediaan jalan dilll alat tl'ansportasi ak.'1n memper- lancar penyaluran daD distribusi bahan daD hasil- basil Olal1illl. Untuk kedua fasilitas ini kerjasama antar pemerintah daD swasta sangat dibutullkan.
Penyediaan jalan lebih diharapkan kepada pemerintah sedangkan transportasi biasanya ditangani oleh swasta. Pembukaan jalan penghu- bung illltara sentra produksi dilll pasar hendak11ya dapat memperhatikan mallfaat ganda terhadap mullculnya aktivitas ekonoll1i masyarakat disepanjLtng jalan tersebut, yang berarti memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpLiftisipasi dalatn peningkatatl ekonomi sesuai dengilll batas kemampuan masing-masing. Hasil survei menunjukkan bahwa pada umumnya kondisi prasarana jalan dan alat komunikasi sudah menmdai terutama antar kota/propinsi, akan tetapi perlu ditingkatkan mengingat pertambahan jurnlall alat transportasi yang kurang seimbang dengan kapasitas jalan yang tersedia.

  1. DEMAND CONDITIONS
Pennintaan merupakan nafas kehidupan bagi semua usalla (industri). Kalau diaIlalogkan dengan sistem anatomi manusia, walaupun semua organ- organ tubuh dalam kondisi siap untuk menjalankan fungsi masing-masing, akan tetapi semuanya itu menjadi tidak berarti apabila nafas sudah berhenti. Bahkan dalam bahasa pasamya sering kita dengar dun mungkin kita juga ikut menyebutnya bahwa mati itu diartikan berhenti bemafas. Demikian halnya dengan industri atau dunia usaha, akan menjadi sia-sia kesiapan semua faktor-fator produksinya apabiia permintaan sudah tidak ada lagi. Dengan demikian Salall satu tolok ukur kinerja us alIa adalah besm"an permintaan yang selillljutnya dinyatakan dalam besaran pangsa pasar. Semakin besar permintaan berarti semakin besar pangsa pasam)'a.
Pennintaan dapat dilihat dari dua sisi YaIlg sekaligus menjadi sasaran pasar bagi pelaku usaha, yaitu pemlintaan dalam negeri dml permintaan pasaI" luar negeri. Setiap pengusaha akan diper- hadapkan kepada pemikiran dalam pengambilan keputusan atau pilihan; Apakah memilih meme- nulli permintaan dalam negeri dan luar negeri (dua-duanya) atau Apakah memilih salah satu. Dasar pertimbanganya tentu didasarkan atas besar- kecilnya penerimaan dari jenis pasar tersebut.
Dalam kesempatan ini penulis tidak akan membahas bagaimana nilai-nilai itu didapatkan dan metode menetapkan pililmn, akan tetapi lebih diarahkan pada kondisi nyata tentmlg permintaan yang sedang berjalan dan dihadapi UKM.
Angka-angka statistik mcnyatakan bahwa UKM tclah ikut ambil bagian dalam mengisi pasar atau permintaaIl lum" ncgeri dengan menycdiakan
bahal1 i::loi oal1 hah~111 nl~lh~II1AII~l1v~ '"\PI"\inalcnt~n
nilai, fisik dan rupiah yang diperoleh dapa1 merupakan indikator semakin baiknya posisi UK1v1 dalam pasar dunia. Yang perlu mendapatperhatiar adalah apabila terjadi peningkatan ekspol diberbagai sektor, bagaimana dengan impornya Karena perdagangan bebas bukan hanya kita liha1 dari satu sisi akan tetapi kedua sisi (ekspor-impor).
Thjuan yang ingin dicapai oleh setiap negal"c dalam memasuki pasar dunia adalah untu) mendapatkan manfaat perdagangan internasiona (gain from trade).
Untuk itu pemenuhan ak.'\n kebutuhan dalan negeri melalui swasembada tetap menjadi faktol pertimbangan. Kembali pacta kala kunci yaitl keunggulan kompetitive yang berarti dipasar duni. kita boleh unggul akan tetapi juga hams diimbang dengan penyediaan barang dalam memenuh pennintaan dalaln negeri. Sebagai contoh konkt"it nya dan masih hangat diperdebatkan tentan! rencana masuknya palla ayam dari negal"a USA kl Indonesia dengan harga yang sangat rendal dibanding dengan harga daging dalam negeri.
Dalam perhitungan bisnis kita saat ini tidal akan bisa menyediakan harga seperti ran! ditawal"kan USA yang juga didukung oleh kwalita: dan higenisnya. Dengan berbagai alas an ran! sangat diplomatis kita menolak. akan tetapi suatl saat alasan apapUl1 yang kita akan buat ranI bertujuan untllk melindungi usalla dalam negeI baik secara langsung maupun tidak itu. tela] melanggar komitmen perdagangan bebas. Dal akibatnya kita akan mendapatkan sal1ksi rani resikonya jauh lebih besar dibanding resiko rani kita dapatkan apabila kita menerima tawaral
.impor tadi. Artinya kalau kita nenerima masuknya pall; ayam dari pasar Iuar resikonya hanya terjadi pad; produsen daging ayam. Asumsi kita produseJ belum siap beral1i belum mampu menciptakal produk yang kompetitive. Solusinya acta duG pertama produsen harus berusaha agar tercipt. barang yang mampu bersaing dalam hal"ga. Keduc pengusalla tersebut keluar dari pasar dan mencal usaha yang bisa menghasilkan produk ran kompetitive. Keputusan seperti ini adalai
111prlll'\"~"'1 ~nl""I3~III3""'; Inn;" ,t"r; ";,,i-o ..."'""
yang terbuka atau bebas. Akan tetapi, apabila kita tolak dengan alasan diatas, maka semua produk kita yang masuk dalaIll pasar internasional akan mendapatkan sanksi.    
  1. RELATED & SUPPORTING CONDITIONS
Hubungan Industri industri dengan pamasok
bahan baku sangat menemukan keIangsungan
prosesingnya. Hubungan yang dimaksud adalah hubungill1 yang dapat memberikan rasa nyaman
terhadap pemasoknya. Rasa nyaman ini dapat
berupa adanya jaminan harga clan kontuinitas permintaan terhadap bal1ill1 baku. Masih dapat kita ingat munculnya kasus-kasus Yill1g dialami usaha kecil baik sebagai individu maupun sebagai kelompok yang tergabung dalam kelompok- kelompok usal1a sepe11i peternak sapi perah, PIR kelapa sawit, TRI, petani cengkeh, petm1i jeruk.
Penllisok pemasok yang disebut ini memiliki posisi tawar yang sangat lemah yang secara semu tercipta oleh kekuatan yang dimiliki industri skala besar. Usaha-usaha perlindungan daTi pemerintah dengan menerbitkan berbagai kebijakc'ln seperti pola-pola kemitraan tak pemah menyelesaikan permasalahan. Hal ini dikarenakan kebijakan yang ada tersebut kurang menyentuh per~nasalahan yang sm1gat mendasar. Pendekatm1 yang dilakukan lebih didasarkan atas kepentingan kelangsungan industri. Kasus yang pernah terjadi hendaknya menjadi perhatian selanjutnya lnisalnya; untuk menjaga stabilitas harga pasokan susu terjadi pembuangan susu hasil produksi petani. Terjadinya gejolak harga cengkeh, terjadi instruksi pene- bangan pohon cengkeh, terjadinya spekulasi harga jeruk oleh penaInpung/pemasar tunggal, terjadinya pembusukan jeruk daTi pet ani. Demikian halnya yang terjadi di pabrik gula, kelapa sawit dan kasus- kasus lainnya termasuk penetapan harga dasar gabah yang sampai saat ini tetap menjadi permasalahan yang tak pernah tUfltas.
Hubungan yang nyaman antara pemasok input produksi dengan pihak industri bukan persoalan sesaat, akan tetapi jauh ke depan. Sungguh akan bisa menjadi pennasalal1an barn apabila di era perdagangan bebas ini, input produksi yang kita miliki juga harus menjadi komoditi ekspor karena terciptanya peluang bagi pemasok untuk mencari pasaI' yang kompetitive.
Persyaratan Strategi Fokus  
Konsep Potier yang selalu didasarkan atas aplikasi teori dengan praktek bisnis tidak diragukan lagi, dimana salah satunya adalah menyangkut hubungan antara pemasok dengan pihak industri yang digambarkan dalam bentuk rantai nilai (value chain) dia menekankan adanya nilai-nilai yang disepakati untuk dipertahankml dan dijaga kelangsungannya oleh kedua belah pihak (muttually).  
  1. FIRM STRATEGY
Kita sekarang sedang berada pada masa yang penuh dinamika dengan pergerakan yang sangat tinggi dan cepat yang terjadi dalam semua aspek kehidupan. John Naisbitt menyebutnya sebagai the most exciting decade, sedangkan Ravi Batra menyebutnya sebagai the cade of great depression. Dunia usaha saat ini telah bergerak menjadi satu pasar dunia dengan ciri pasar yang efisien dan transparan mencakup daerah antar daerah dan negara antar negara. Daerah atau negara yang tidak dapat efisien dan transparan akan terlindas oleh dinamika yang berjalan begitu cepatnya.
Untuk itu kembali Porter menawarkan tiga strategi pilillan yang disebut strategi generik (Generic strategies) dalam menghadapi posisi yang demikian. Penulis mengangkat satu dari strategi tersebut yang dianggap relevan dalam menghadapi persaingan di pasar dunia dan dunia usaha kita mempunyai kapasistas untuk mencapainya. Strategi tersebut adalah strategi fokus.
Strategi ini mengandung dua varian yaitu fokus biaya (overall cost leadership) dan diferensiasi (differentiation), dengan memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan ini merupakan pilihan bagi setiap satuan pelaku bisnis baik pemerintah daerah dalam perannya sebagai pelaku usaha dalam perusahaan yang dikelola pemerintah daerah ataupun dalam menjalankan perannya sebagai lembaga / instansi sebagai stimulator dan supporting bagi aktivitas ekonomi daerah secara umum.
KESIMPULAN
  1. Perbedaan yang terjadi dalam urutan waktu sekaligus memperlihatkan terjadinya perubahan yang hakiki dalam berbagai aspek kehidupan ternlasuk ideologi, politik, sosial budaya. Khususnya dalam aspek ekonomi perubahan yang terjadi telah membawa konsekuensi logis pada dunia usaha. Apabila diurut kronolgisnya bahwa perubahan ini bermula dari reformasi inforrnasi dan globalisasi yang tergambar dalam lintas ruang dan waktu. Akibatnya terjadi persaingan yang ketat bukan hanya antar negara tetapi juga antar domestik. Hampir semua negara telah menyikapinya baik secara bersama-sama rnelalui AFTA, APEC dan WTO dengan peningkatan kerjasama dalam dunia perdagangan ekspor dan impor, maupun masing-rnasing negara berusaha rnemposisikan dirinya untuk rnenghadapi perubahan yang dirnaksud.
Setiap negara dalam usaha memposisikan dirinya tentu saja berturnpu pada keunggulan komparative yang dimilikinya sebagai dasar rnencapai keunggulan kornpetitive. Kesadaran setiap lembaga usaha mutlak diperlukan untuk rnenyikapi perubahan tersebut secara positif dan rnenerirnanya.
  1. Indonesia terrnasuk salah satu negara yang telah rnenyikapinya secara positif dengan rnasuknya rnenjadi anggota AFTA, yang hams disikapi juga oleh pelaku-pelaku usaha dalam negeri secara bersmna-sama berpartisipasi dalam mencapai Competitive Adventage of Nation. Dalarn menghadapi persaingan bebas kekuatan ekonorni wilayah merupakan modal utama dalam rnencapai kekuatan ekonomi nasional sebagai satu kesatuan. Apabila semua pelaku usaha khususnya Usaha Kecil Menengah yang rnenyebar di seluruh wilayah dan berperan dalmn hampir sernua sektor dengan jumlah yang cukup besar merupakan kekuatan utama. Persaingan antar wilayah menjadi positif apabila semua pelakunya bertindak rational.
  2. Optimalisasi sumberdaya, akomodatif terhadap .dinamika permintaan (komposisi, jumlah, pertumbuhan dan kecederungan, menjaga dan menjamin terciptanya hubungan yang nyaman antar industri dengan pemasok input produksi, serta pemilihan strategi yang tepat mutlak dimiliki oleh UKM sebagai kekuatan dalam menghadapi membanjirnya produk-produk impor di pasar dalam negeri yang tidak terbendung lagi.
  3. Peran pemerintah pusat mutlak diperlukan dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi gerak langkah ekonomi, pelaksanaan otonomisasi secara keseluruhan. Penciptaan peraturan dan kebijakan agar dapat berperan sebagai payung bagi peraturan dan kebijakan daerah. Kebijakan dalam menghadapi dunia intemasional,  keamanan, kepastian hukum, komitmen terhadap deregulasi perbankan, keuangan dan perpajakan.
 
Akhirnya gerak langkah kita dalam memasuki dan menjalani era perdagangan bebas tetap bertumpu pada kekuatan yang kita miliki . Pelaku-pelaku ekonomi yang didalamnya ada Usaha Kecil Menengah kepadanya diberi kesempatan yang sebesar-besarnya diberi ruang dan iklim yang kondusif untuk dapat berpacn dalam waktu menuju pencapaian keunggulan bersaing disemua lini, sektor maupun wilayah dengan satu prinsip dan tekad menyongsong era perdagangan bebas sebagai harapan dan tantangan.
 Sumber: http://www.smecda.com/deputi7/file_infokop/HARAPAN%20PERDAGANGAN%20BEBAS.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar